Analisis
Psikologi Perkembangan dan Hak Asasi Anak
Kasus Anak
Terlantar Di Bekasi, Orangtua Larang Pergi Sekolah
Disusun oleh : Kelompok 10
1. Lutfi Rahayu (14480088)
2. Ervina Laelly A (14480089)
3. Syarafina Saputri (14480090)
A.
PENDAHULUAN
Saat ini banyak
kasus yang memberitakan tentang kekerasan pada anak, termasuk penelantaran pada
anak oleh keluarganya sendiri. Masalah dalam kehidupan ternyata tidak hanya
dialami oleh orang dewasa. Anak-anak pun menghadapi banyak masalah dalam
perkembangan mereka. Anak-anak menjadi korban kekerasan dan penelantaran, dalam
bentuk apapun biasanya mengalami stres dan trauma. Jika ia mengalami kasus yang
berat, trauma dapat bertahan dalam waktu cukup lama.
Dampak dari
penelantaran pada anak sangat beragam dan memerlukan penanganan yang tepat,
sehingga anak tidak meniru perilaku orang tua yang menalantarkannya tersebut ke
anaknya sendiri. Karena menurut beberapa penilitian, banyak orang tua yang
menelantarkan anaknya sendiri juga mengalami hal serupa saat kecil. Sehingga
penanganan yang sesuai akan memutuskan rantai kekerasan dan penelantaran pada anak
kedepannya.
Kasus
penelantaran anak terkait dengan hak-hak anak, sangat penting untuk dibahas. Sehingga seorang anak dapat memperoleh
pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga. Sebab
banyak orangtua yang beranggapan bahwa kekerasan pada anak adalah hal yang
wajar dan bagian dari mendisiplinkan anak. Dengan demikian, pada makalah ini
kami membahas tentang pentingnya analisis terhadap kasus penelantaran anak yang
terjadi di Bekasi.
B.
LANDASAN TEORI
Penelantaran adalah sebuah tindakan baik disengaja maupun tidak disengaja yang
membiarkan anak tidak terpenuhi kebutuhan
dasarnya (sandang, pangan, papan). Disengaja maupun tidak, jika ada
anak dibiarkan tidak memperoleh makan, tidak mendapatkan tempat tinggal yang
layak, dan pakaian yang layak untuk melindunginya dari berbagai penyakit dan bahaya, maka insiden ini
dikatakan penelantaran dan akan dikenakan sanksi.[1]
Seorang anak dikatakan
terlantar, bukan sekedar karena ia
sudah tidak memiliki salah satu orang tua
atau kedua orang tuanya.
Tetapi, terlantar disini juga
dalam pengertian ketika hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar, untuk memperoleh pendidikan yang layak,
dan untuk memperoleh kesahatan yang
memadai tidak terpenuhi karena
kelalaian, ketidakmengertian orang tua, ketidakmampuan, atau karena kesengajaan.[2]
Seorang
anak yang sejak usia dini kurang memperoleh kasih sayang, diterlantarkan begitu saja atau bahkan
menjadi objek tindak kekerasan oleh
orang tuanya sendiri, maka jangan heran ketika anakanak itu mulai muncul
masalah. Mula-mula mungkin ia mencoba
merokok karena terpengaruh teman,
kemudian minum-minuman hingga mabuk,
berjudi, berkelahi, mengenal kehidupan seksual dalam usia dini dan sekaligus terancam tertular PMS (penyakit
menular seksual), terlibat dalam perilaku kriminal, dan kemudian anak-anak yang
diterlantarkan tersebut menjadi bagian
dari pelaku patologi sosial yang meresahkan
masyarakat. [3]
Penelantaran
dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak, tentu saja
akan berdampak pada perkembangannya. Perkembangan dapat dikatakan
sebagai suatu urutan-urutan perubahan yang bertahap dalam suatu pola yang
teratur dan saling berhubungan. Perubahanperubahan yang terjadi dalam
perkembangan ini bersifat tetap, menuju ke suatu arah, yaitu ke suatu tingkat
yang lebih tinggi.
Prinsip-prinsip perkembangan:
1.
Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti.
Proses dapat diartikan sebagai runtutan perubahan yang terjadi dalam
perkembangan. Proses perkembangan berlangsung secara berkelanjutan dan berhenti
ketika jiwa terpisah dengan raga, karena perubahan-perubahan senantiasa terjadi
dalam dirinya dalam berbagai aspek, baik yang bersifat biologis maupun
psikologis dan perkembangan dipengaruhi oleh lingkungan.
2. Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi.
Setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, intelegensi maupun
sosial, satu sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi
yang positif di antara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan
fisiknya mengalami gangguan, misalnya sering sakit-sakitan, maka dia akan
mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya
kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
3. Perkembangan mengikuti pola tertentu.
Contohnya dari perkembangan mengikuti pola yaitu pola-pola teratur dari
perkembangan fisik, motorik, bicara, dan perkembangan intelektual. Pola
perkembangan fisik dan motorik menggunakan hukum Cephalocaudal yang
menetapkan bahwa perkembangan menyebar ke seluruh tubuh dari kepala ke kaki,
dan hukum Proximodistal yang menetapkan bahwa perkembangan menyebar
keluar dari titik poros sentral tubuh ke anggota-anggota tubuh.[4]
C.
KASUS
Anak Terlantar Di Bekasi, Orangtua
Larang Pergi Sekolah
Jumat, 15 Mei 2015 | 12:45
Jumat, 15 Mei 2015 | 12:45
Sumber :
http://sp.beritasatu.com/home/anak-terlantar-di-bekasi-orangtua-larang-pergi-sekolah/87084
[BEKASI] Sejak
tinggal dan menginap di pos satpam perumahan, DA (8) tidak di izinkan oleh
kedua orang tuanya Utomo
Permono (45) dan Nurindria Sari (42) untuk peergi ke sekolah. Begitu pula
dengan kakak kembarnya, LS (10) dan CK (10), tidak diperkenankan pergi ke sekolah sejak sebulan
belakangan ini.
"Sejak DA tidur di pos satpam, kedua
orangtuanya melarang mereka berangkat ke sekolah,” ujar Bendahara
RT 03, Fatimah, Jumat (15/5).
Dia mengatakan, DA bersama dengan
kakak kembarnya LS dan CK, merupakan murid SD N Cileungsi
I, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. DA baru duduk di bangku kelas II, kakak kembarnya duduk di Kelas IV. Sedangkan dua adik perempuannya yakni AL dan DN
belum bersekolah. Menurut
pengakuan DA, kata Fatimah, orangtuanya mengatakan anak-anaknya tidak
perlu lagi mengecap
pendidikan di sekolah.
"Kata papa, enggak perlu sekolah lagi," ujar
Fatimah menirukan ucapan DA beberapa waktu lalu.
Warga
sekitar, sambung Fatimah, sudah mulai curiga dengan keluarga Utomo Purnomo dan Nurindria
Sari sejak empat hari tinggal di Citra Gran Cibubur, Cluster Nusa Dua Blok E No.
37, RT 03/RW 11 Kelurahan Jatikarya, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa
Barat. Saat itu, kata dia, kecurigaan warga muncul setelah mendapati DA tengah menangis pada malam hari di depan rumahnya.
"Mereka tinggal disini sekitar satu tahun. Namun baru
empat hari menetap, kami mulai curiga ada
yang tidak beres dengan keluarga ini. Saat itu, kami melihat anaknya (DA) menangis malam hari sekitar
pukul 20:00 WIB. Itu kasus yang pertama dan kami sepakat untuk melaporkan hal ini kepada
KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) bila terjadi lagi hal serupa,” ungkap
Fatimah.
Setelah kejadian itu, ternyata
menyusul kasus-kasus kekerasan lainnya yang menimpa kelima anaknya terutama terhadap DA.
“Tetangga
di sebelah rumah sering
mendengar teriakan
DA yang disakiti. Pernah
satu ketika, warga melihat pungung DA tampak luka lebam. Setelah ditanya ternyata, dirinya mendapat pukulan dari ibunya,” papar Fatimah.
"Kami menanyakan hal itu karena kasihan. Tapi jawaban
DA, anak laki-laki harus didik seperti ini, tidak boleh cengeng," kenang
Fatimah.
Meski begitu warga sekitar
melaporkan kekerasan ini kepada pihak berwajib maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau Komisi
Nasional Perlindungan Anak. Warga
sekitar, tidak diam menyaksikan kasus kekerasan dan penelantaran anak-anak di
wilayahnya. Bahkan, beberapa warga aktif memberikan informasi kepada pihak
berwenang.
"Sampai muncul adanya broadcast BBM dan di media sosial lainnya. Kasus ini langsung
ditangani oleh pihak berwajib," imbuhnya. [160/L-8]
D.
ANALISIS
Orangtua merupakan bagian penting dalam proses pergaulan anak-anak,
karena mereka yang menjadi figur sentra dalam kehidupan anak. Untuk itu, orang
tua harus menuntun anak untuk menjadi bagian dari lingkungan sosial yang lebih
luas. Teladan perilaku yang baik dapat mempertajam pemahaman anak terhadap
tuntutan masyarakat yang dihadapinya kelak. Hubungan orangtua dan anak akan
berkembang dengan baik apabila kedua pihak saling memupuk keterbukaan. Sesuai
dengan perkembangan kognitif anak pada usia sekolah, anak secara
berangsur-angsur lebih banyak memperlajari sikap dan motivasi orangtuanya.
Selain itu anak-anak juga mampu memahami aturan-aturan keluarga sehingga mereka
menjadi lebih mampu untuk mengendalikan tingkah lakunya.
Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan adanya kasus
penelantaran anak serta kekerasan yang terjadi pada DA, LS, CK, AL dan DN di
Bekasi. Orangtua yang seharusnya menjadi figur atau pemberi teladan yang baik,
justru menelantarkan dan menyiksa anak tersebut. Padahal hukum yang berlaku di
Indonesia menyatakan bahwa perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Berdasarkan kasus penelantaran anak yang terjadi di Bekasi
sebagaimana telah dijelaskan di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
penelantaran anak dan kekerasan yaitu kurangnya interaksi antara orangtua
dengan anak. Sehingga apabila anak melakukan kesalahan, orangtua selalu
menganggap bahwa kesalahan tersebut akibat anaknya yang nakal. Selain itu orangtua
mengabaikan tanggung jawab, melalaikan kewajiban untuk memberikan jaminan
perlindungan bagi anak-anak mereka. Serta pemahaman yang salah tentang makna
mendidik anak. Sebab sesuai dengan kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi
di Bekasi ini, orangtua menganggap bahwa dengan kekerasan adalah salah satu
cara untuk mendidik agar anak tidak cengeng.
Kasus-kasus penelantaran anak yang sering terjadi
saat ini tidak hanya meresahkan bagi pihak
keluarga pelaku, namun juga warga masyarakat. Karena dampak yang ditimbulkan
dari perilaku penelantaran tidak hanya bersifat sementara, namun ada juga dampak
dalam jangka panjang. Dampak dari penelantaran pada anak diantaranya adalah
trauma yang akan dialami oleh anak, peniruan sikap dari orang tuanya, masa
depan anak menjadi kurang jelas, serta sikap membenci pada orang tua yang telah
menelantarkannya.
Pada UUD RI 1945 Pasal 28A memuat “Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.” Selain itu hak-hak anak dalam Konvensi Hak-Hak Anak
(1989) juga memuat tentang jaminan perlindungan terhadap penyiksaan, hak atas
nama dan identitas kewarganegaraan, dan hak atas jaminan sosial.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Bagong Suyanto. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana. 2010.
Papalia, Diane E. Human Development. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.2008.
Bagus, semoga tidak terulang kembali
BalasHapusmenambah masukan kepada orang tua
Bagus, sangat menambah wawasan bagi pembaca
BalasHapusBagus,semoga bermanfaat bagi pembaca
BalasHapusSemoga ini bisa pelajaran untuk orang tua yang sudah menelantarkan anak,,
BalasHapusAnak itu titipan dari yang maha kuasa jadi harus dijaga dengan baik
Bagus isinya.. makin prihatin sma sikap orang skrang trhadap kekerasan trhadap anak. Smoga bermanfaat bagi yg baca yaa..
BalasHapusAnalisisnya mantap! Orang tua seharusnya menjadi pelindung bagi anak-anaknya. Semoga menjadi pembelajaran bagi para orang tua sehingga tidak terulang lagi kasus penelantaran terhadap anak dan kasus pelanggran hak anak lainnya.
BalasHapusSangat bermanfaat... Saya tunggu artikel selanjutnya..
BalasHapusSaya sebagai calon orang tentu merasa sangat miris dengan adanya kasus penelantaran anak bahkan kekerasan fisik maupun verbal yang justru dilakukan oleh orangtua kandung. Padahal orangtua merupakan figur yang sangat penting pada masa perkembangan anak. Tidak hanya peran orangtua saja, tetapi yang berada disekitar anak seharusnya turut menjaga. Semoga bermanfaat.
BalasHapusIjin share kakak...
BalasHapusSekalian copas buat kuliah..heheh
Ijin share kakak...
BalasHapusSekalian copas buat kuliah..heheh
Baguuuuuss sekali, sangat bermanfaaat. Saya tunggu posting an selanjutnya..
BalasHapusBaguuuuuss sekali, sangat bermanfaaat. Saya tunggu posting an selanjutnya..
BalasHapus